PAGI masih buta. Ke-5 kendaraan roda dua serentak bergerak dari Kantor KPW P3MD Kemendesa PDTT Prov.Sulawesi Tenggara menuju selatan Kota Kendari. Lalu lintas pun terlihat belum terlalu padat, lenggang.

Memasuki bundaran Bendara – Menuju Konsel, dimana iring-iringan terus menuju Poros Konda, dan tak berapa lama kemudian, rombongan berbelok kiri menuju arah SMA 5 Kendari.

Hingga diujung jalan, di perempatan SDN 105 Kendari ambil haluan kanan, yang jalanm berbadan aspal mulus, dan kira-kira 3 menit kemudian, berbela kiri memasuki areal persawahan dengan kondisi jalan pengerasan, sedikit bergelombang dengan genangan air lumpur hampir merata di badan jalan.

Kiri – kanan, adalah ekosistem sawah beririgasi yang tak terbatas pandangan mata, sampai jauh di bawa kaki-kaki bukit, hingga di batas Kecamatan Moromo Utara.

Batang-batang padi yang usia sebulan mulai menghijau menutup struktur tanah persawahan. Ada yang rata menghijau, ada yang bolong-bolong yang dikemudian hari mesti ‘ditambal’. Ada yang sama sekali masih tertutup genangan air, mungkin baru beberapa usai ditebar.

Petani disini memang lebih condong untuk menggunakan tabela (tabur benih langsung). Salah satu sistem penanaman secara modern, yang tentu berbeda pola tanam era 80an atau 70an dimana mesti disemaikan pada lahan yang agak kering, landai, dan setelah berumur satu bulan lebih, barulah dicabut untuk ditanam (dipindahkan) ke sawah-sawah lahan basah yang sudah disiapkan sebelumnya.

Di sela-sela petakan kotak-kotak persawahan tampak gumuk-gumuk kecil dengan pepohanan dan rumah-rumah penduduk. Dimana deretan rumah-rumah penduduk disini agak berjauhan, ciri khas pemukiman pedesaaan. Namun alami, hijau, dan bestari.

Kira-kira 10 menit menikmati ekosistem lahan basah dari atas kendaraan, maka tibalah rombongan di sebuah gumuk dengan ukuran kira-kira ¼ hektar. Namun gumuk ini padat vegetasi tanaman jangka panjang, utamanya rambutan yang berusia 15 tahunan.

Gumuk ini milik salah seorang kawan kerja, Darmawasyah (TAPM Prov.Sultra). Setelah dapat ‘pengarahan’ pohon mana yang bisa dipetik, maka ‘rapat dadakan’ langsung digelar, siapa yang panjat, siapa yang pungut diantara rimbunnya semak-semak, lalu siapa yang hanya berdiri-berdiri sambil ‘ngomel’.

Suasana ini menyegarkan semangat dari rutinitas harian, dari rutinitas pengendalian program dan pengendalian TPP. Capek, lapar, haus dan lesuh secara badaniah. Tapi secara psikoligis, menjadi penggugah dan perekat kekompakan dalam menjalani hari-hari mendatang dalam menjalankan mandat / ketupoksian sebagai bagian dari amanah Undang-Undang Desa.

Dari percikan air irigasi ini, kami berucap selamatkan sistem pertanian Indonesia agar tetap menjadi lumbung pangan bagi warganya. (sdarampa)

By darampa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *