KOLAKA – SC. Ulaweng, sebuah desa di hilir pada ekosistem persawahan lahan basah dengan bibir pantai Samaturu. Sekitar 3 Km dari Desa Ambolemo poros Kolaka – Kolaka Utara.
Kata Ulaweng sendiri dalam bahasa bugis adalah emas. Namun kenyataannya bahwa teritori desa ini sama sekali bukan dataran tinggi yang sering diibaratkan adalah wilayah pertambangan, tambang emas. Sebaliknya, ini adalah hamparan persawahan dengan sistem irigasi yang bagus.
Pada bulan-bulan tertentu, semua dusun di desa ini merupakan kawasan rendaman banjir kiriman, baik yang dari pegunungan maupun datang dari desa-desa tetangganya.
Perlahan dengan kinreja kepala desanya yang baru setahun menjabat, maka pelan-pelan Ulaweng sebagai kawasan tumpahan banjir, akan tersalur langsung ke laut. Disamping ‘waduk raksasa’ yang berupa hamparan persawahan untuk menampung air jutaan kubik.
“Kali ini ada dua dusun yang dialiri pipa, yakni dusun III dan IV, sehingga warga tidak lagi kesulitan air bersih, karena sudah langsung bisa dipakai darirumahnya masing-masing,”ungkap Sekdes.
Sementara dua dusun dari empat dusun di Desa Ulaweng ini, adalah penyambungan pipa dari Desa Ambolemo, yakni Dusun I dan II. Hal ini terjadi karena Ulaweng adalah hasil pemekaran Desa Ambolemo, dimana waktu itu kedua dusun tersebut memang sudah lama menikmati air bersih langsung ke rumah-rumahnya.
Langkah selanjutnya untuk mengurangi volume air banjir kiriman dari desa tetangga, atau pasokan air berlebihan dari gunung yang kemudian teraliri melalui saluran irigasi, maka dana ketahanan pangan ini dpakai untuk menyambung drainase permanen yang belum rampung selama ini.
Drainase tambahan ini sudah langsung bermuara di laut / pesisir, sehingga ketika nanti banjir tentu luapannya tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Seperti diketahui bahwa salah satu point Ulaweng belum bisa dikategori status mandiri adalah karena faktor lingkungan (IKL), yakni sistem sanitasi dan lingkungannya yang belum bersih, apalagi kalau pasca banjir, dimana masih banyak rumah warga yang tenggelam, air masuk ke dalam rumah.
Aparat desa berharap bahwa dua tahun ke depan, dengan pembenahan secara terus menerus, maka desa ini bisa nantinya mandiri, apalagi kalau IKLnya sudah terbenahi secara baik.
Kemudian soal Dana Rp 147 juta yang disinyalir tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh mantan Kades, maka secepatnya BUMDes ini akan disegarkan kembali, apalagi pengurusnya yang sah yang tidak paham soal pengambilan dana Rp 147 juta itu sudah sindrom, kapok, lantaran dipanggil oleh inspektorat padahal dirinya tidak pernah menggunakan uang tersebut.
Untuk itu, Kades baru yang sudah menjabat kurang lebih dari setahun ini, mulai membenahi BUMDesnya, termasuk untuk musyawarah pemelihan direktur baru dimana direkturnya selama ini sudah tidak mau lagi menjabat, karena dia khawatirkan nanti ada lagi masalah-masalah serupa yang terjadi dikemudian hari.
penuis: (isra miraj
: -agustan
editor : june