TRIBUNNEWS – Mencermati perjuangan para Tenaga Pendamping Profesional (TPP) desa yang kontraknya tidak dilanjutkan pada tahun 2025 oleh Kemendes (Kementerian Desa) perlu disikapi dengan bijak dan objektif.
Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Juanda mengemukakan bahwa dari aspek TPP, gerakan memperjuangkan hak dan kebenaran harus dilihat sebagai wujud implementasi dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi.
Tetapi di sisi lain, dari aspek Kemendes sebagai lembaga pemerintah yang memang secara hukum dan peraturan perundang-undangan memiliki kewenangan untuk mengevaluasi setiap tahun bahkan setiap bulan apakah TPP itu bisa dilanjutkan atau tidak.
“Apalagi kontraknya per tahun artinya setiap saat atau setiap tahun mekanisme evaluasi TPP wajib dilakukan oleh BPSDM Kemendes,” ujarnya dikutip pada Jumat (7/3/2025).
Baca juga: Penghentian Sepihak Pendamping Desa, Komisi V DPR: Jangan Karena Like and Dislike
Menurut Prof Juanda evaluasi tersebut tentu dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan dan negara harus berpedoman dan berdasarkan dua hal yaitu :
Pertama, harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Kedua, sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik.
Hal tersebut diatur di dalam Pasal 8 ayat (2) UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Asas-Asas Umum Pemerintahan Baik disingkat dengan AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan,” ujarnya.
Selanjutnya untuk menilai sebuah keputusan Pejabat Pemerintahan itu sah atau tidak berdasarkan Pasal 52 ayat (2) harus sesuai dengan Peraturan Per-UU dan AUPB.
Kata dia seandainya ketidakberlanjutan kontrak Bagi TPP itu didasarkan atas semata mata untuk menegak hukum dan Peraturan Per-UU-an dan atau Asas-Asas Pemerintahan Umum yang baik, serta hasil dari evaluasi Kepala BPSDM Kemendes dan PDT maka tidak beralasan secara hukum untuk menyatakan Keputusan Kemendes untuk tidak melanjutkan kontrak TPP tersebut tidak sah.
Apakah secara hukum dapat dikatakan tindakan Ka Badan BPSDM Kemendes dan PDT tidak melanjutkan Kontrak TPP itu masuk dalam kualifikasi maladminialstrasi sebagaimana yang dinilai oleh para Kelompok TPP?
Prof Juanda mengatakan untuk menilai apakah maladminsitasi atau tidak maka kita harus paham apa makna “Maladministrasi”.
Berpedoman pada Pasal 1 angka 3 UU No.37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI Jo. Peraturan Ombudsman No.58 Tahunn2023 antara lain yang intinya suatu perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, penyalahgunaan wewenang, lalai dan diskriminatif.
Kemudian selain indikator hukum dan AUPB sebagai pedoman maka dalam hal ini dapat pula berpedoman pada Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri serta Kontrak yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan Per-UU-an dan AUPB. (tribunnews)