LASUSUA – SC. Nun jauh di puncak gunung, dalam kawasan dataran tinggi wilayah administrasi Desa Kasumeeto Kabupaten Kolaka Utara Sulawesi Tenggara, dimana hamparan tanaman jangka pendek dan tahunan terbentang menghijau, seolah berpadu dengan birunya kaki langit.
Dalam areal kawasan ini, sedikitnya 40an hektar lahan perkebunan cengkeh dikhususkan untuk tanaman jangka pendek, yakni jagung kuning. Dimana penggalakan tanaman jagung kuning di wilayah ini sudah lama dilakoni para petani, seiring dengan komoditi tanaman (minyak) nilam yang memiliki harga cukup tinggi.
Kelompok tani di daerah ini memang cukup solid sejak lama, tersebutlah Kelompok Tani Tongkol 2, Koptan Jagung Raya, Koptan Koklat 1, Koptan Coklat 2, dan Koptan Cengkeh. Dari ini nama-nama ini kelihatannya ada yang memakai nama tanaman tahunan, tetapi faktanya kemudian mereka juga menggalakan tanaman jangka pendek, utamanya jagung kuning.
Hal ini diakui oleh Rusmin, ketua gabungan kelompok tani bersama Kasumeeto, bahwa keberadaan kelompok tani di desanya memang sejak terbentuknya beberapa tahun lalu, terus berkarya, tidak pernah berhenti bertani sambil berorganisasi, karena organisasi kelompok tani ini sekaligus memupuk kekompakan, silatruahmi dan bertukar ilmu dan pengalaman.
Olehnya itu, maka gabungan kelompok tani ini juga sudah menyepakati untuk membuat sekolah lapang. Sekolah yang belajar langsung dari proses bertani, proses mengolah lahan, proses melakukan pemupukan, serta proses melihat perkembangan dan pertumbuhan tanaman, utamanya melihat dan mencermati gejalah hama baru yang kadang-kadang langsung menyerang tanaman secara serentak.
“Jadi sekolah lapangan ini bukan berupa gedung, atau suatu bangunan yang terletak di tengah-tengah hutan. Tetapi sekolah lapangan ini memang adalah langsung praktek, pada tanah dan tanaman, sehingga dengan hadirnya sekolah lapangan ini, maka berbagai pihak, pemerintah daerah, pihak perusahaan penyedia saprodi, serta kelompok tani lain beberapa kali datang untuk saling belajar, saling bertukar pengalaman,” ungkap Rusmin yang juga Pendamping Desa Kecamatan Watunohu Kab.Kolaka Utara ini.
Memang kata Ketua Koptan Tongkol 2 ini bahwa salah satu program ke depa adalah bagaimana membangun balai petani di tengah hamparan areal perkebunannya. Sebab jika sudah ada balai petani, maka tidak perlu lagi repot untuk pertemuan diadakan di balai desa atau di pondok-pondok huma yang terbatas itu.
“Kalau balai petani sudah ada, maka kami juga sudah menginisiasi pembuatan pupuk alami, pembuata nutrisi dan mikrobi yang secara konsisten dapat mengembalikan unsur hara tanah, apalagi areal kami disini semestinya sudah dapat dipulihkan dengan mengembalikan kepada sistem pertanian alami,” ungkapnya.
Namun itu masih jauh dari cita-cita, karena berbagai keterbatasan, salah satunya adalah kewasdayaan untuk membuat balai petani. (timpakue)